Tuesday, June 1, 2010

DIPERCAYA menjadi tuan rumah pergelaran Piala Dunia 2010 jelas menjadi kebanggaan tersendiri bagi Afrika Selatan (Afsel). Bagaimana tidak, sejarah sepakbola Afsel tergolong masih sangat muda.

Sepakbola pertama kali hadir di ranah Afsel pada akhir abad ke-19 melalui tentara-tentara Inggris yang saat itu masih menduduki wilayah tersebut. Hingga apartheid diberantas dari Afsel, penyelenggaraan sepakbola kala itu terbagi dalam sistem segregasi rasial, dimana terdapat badan sepakbola untuk kulit putih, India, Bantu, serta kulit berwarna.

Bersama Ethiopia, Mesir dan Sudan, Afsel secara resmi memiliki representasi di komite eksekutif FIFA pada kongres yang diselenggarakan 1953. Namun, Afsel didiskualifikasi dari perhelatan Piala Afrika perdana pada 1957 karena tidak memperbolehkan adanya skuad dengan ras campuran. Afsel pun dikeluarkan dari kompetisi tersebut pada tahun berikutnya.

Pada konferensi tahunan 1961, FIFA menskors Afsel yang dianggap melanggar regulasi non-diskriminatif FIFA. Meski sanksi tersebut sempat dicabut pada 1963, namun keanggotaan Afsel akhirnya dicabut pada 1976 akibat adanya kerusuhan di wilayah Soweto. Hal ini mengakibatkan Afsel dilarang mengikuti Piala Dunia hingga apartheid akhirnya berakhir pada 1994.

Keikutsertaan skuad berjuluk Bafana-Bafana di putaran final Piala Dunia 2010 merupakan kali ketiga setelah mereka gagal lolos dari fase penyisihan grup pada Piala Dunia 1998 (Prancis) dan 2002 (Jepang & Korea Selatan).

Kendati tidak memiliki catatan impresif di ajang pesta akbar sepakbola dunia, Afsel termasuk salah satu skuad yang diunggulkan setelah membukukan prestasi di Piala Afrika. Mereka keluar sebagai juara Afrika pada 1996 dan menempati peringkat dua dan tiga pada 1998 dan 2000.

Bafana Bafana memperlihatkan performa menjanjikan ketika finish di tempat keempat perhelatan PIala Konfederasi 2009 dimana mereka pun tampil sebagai tuan rumah. Afsel jelas tidak ingin hanya dianggap sebagai tim penggembira. Hal itu ditunjukkan setelah kalah tipis (0-1) dari sang juara Brasil di semifinal serta dari Spanyol (1-2) pada perebutan tempat ketiga.

Sebagai tuan rumah, tim yang dibawahi Asosiasi Sepakbola Afrika Selatan termasuk dalam pot 1 pada drawing awal Desember lalu bersama skuad-skuad unggulan seperti Brasil, Inggris, Belanda, dan Spanyol. Anak-anak asuh Carlos Alberto Parreira akan berhadapan dengan Meksiko, Uruguay, dan Prancis yang juga tergabung dalam Grup A.

Steven Pienaar, Harapan Masa Depan
Kapten Aaron Mokoena boleh saja merupakan pemain dengan caps terbanyak (94). Namun, nama Steven Pienaar lah yang paling bersinar dengan berbagai pengalamannya di sepakbola Eropa.

Karir profesional Pienaar dimulai bersama Ajax Cape Town (1999-2001) sebelum akhirnya klub Belanda Ajax Amsterdam merekrutnya pada 2001. Kendati baru melakukan debut pada 2002, Pienaar menjadi bagian integral Ajax dalam menjuarai Eredivisie 2002 dan 2004.

Sukses bersama Ajax mengantarkan pemain kelahiran 17 Maret 1982 ke klub Bundesliga Borussia Dortmund pada 2006 silam. Pienaar diharapkan bisa mengisi posisi playmaker Rep. Ceska Tomas Rosicky yang bertolak ke Arsenal. Sayang, Pienaar sulit beradaptasi bersama Dortmund. DIa pun tidak diterima baik oleh para pemain lainnya di klub.

Keputusan Dortmund meminjamkan Pienaar ke klub Premier League Everton (2007-2008) menjadi titik puncak dalam karirnya. Mencetak gol pertama bagi The Toffees pada September 2007 ketika menggilas Middlesbrough 2-0, performa gemilang Pienaar membuat manajemen klub mempermanenkan statusnya 2008 lalu dengan kontrak tiga tahun.

Melakukan debut bersama Bafana Bafana pada 2002 silam, Pienaar tercatat telah membukukan 46 caps dan dua gol. Meski terbilang muda diantara rekan-rekan setimnya, pengalaman Pienaar berlaga di pentas Eropa jelas menjadi kunci Afsel di perhelatan Piala Dunia 2010.

0 comments:

Post a Comment

Related Posts with Thumbnails